Oleh: Silvia Prima
SEMBARI bersenda gurau, Sumi, Yeni, Narni, dan anggota lainnya bekerja sama membuat “kowakan” atau lubang di tanah untuk menanam empon-empon, garut, dan porang. Sesekali mereka saling ejek untuk menghilangkan rasa lelah.
Meski yang terdaftar sebagai anggota kelompok adalah laki-laki atau suami mereka, tetapi yang banyak bekerja justru para perempuan atau Istri. Karena banyak pekerjaan di area Kelompok Tani Hutan Kemasyarakat (KTHKm) Sedyo Rukun yang dapat dikerjakan oleh para perempuan. Selain itu, KTHKm Sedyo di Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut juga dipimpin perempuan.
BACA JUGA: Ketika Kelompok Tani Menikmati Kayu Jati
“Prayakan” atau kerja bakti dilaksanakan setiap Selasa pagi, antara pukul 07.00 – 09.00 WIB. Banyak pekerjaan yang mereka lakukan, seperti membuat “kowakan”, menyirami tanaman yang sudah mulai tumbuh, dan menyebar rabok atau pupuk kandang.
Selesai kerja bakti biasanya ditutup dengan makan bersama dengan menu andalan, tiwul. Tiwul salah satu olahan dari singkong yang biasanya digunakan sebagai pengganti nasi.
Sedangkan alas makan yang mereka gunakan bukanlah piring keramik seperti biasanya, tetapi menggunakakn daun jati.
Sudarmi, ketua KTHKm Sedyo Rukun disela-sela waktu istirahat mengatakan adanya hutan negara berupa hutan produksi yang dikelola oleh KTHKm Sedyo Rukun sangat bermanfaat bagi anggota kelompoknya.
Dengan adanya sistem penanaman tanaman bawah tegakan maka para anggota dapat memanfaatkan lahan area atau andilnya masing masing untuk ditanami palawija atau tanaman pakan ternak.
“Hasil dari tanaman palawija seperti jagung, kacang, dan lain-lain saat musim panen bisa mereka jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Kelompok yang beranggotakan 48 orang tersebut juga saling kerja sama dalam menanam empon-empon seperti jahe, kunyit, dan temulawak. Empon-empon digunakan untuk membuat produk olahan minuman yang hasilnya dijual antar sesama anggota paguyuban KTHKm atau ke pasar umum.
Awalnya lahan milik negara tersebut hanya ditanami pohon jati (Tectona grandis) yang di bawahnya semak belukar. Namun sejak pengeolaan diserahkan kepada KTHKm Sedyo Rukun, lahan tersebut memiliki banyak manfaat.
Salah satu manfaatnya adalah menambah isi pundi-pundi para anggotanya. Sebab mereka memanfaatkan bawah tegakan pohon jati untuk ditanami anak tanaman, seperti empon-empon, dan lainnya.
Pada 2000 KTHKm Sedyo Rukun yang berada di bawah binaan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mendapatkan izin sementara untuk mengelola hutan produksi milik negara tersebut. Namun baru 2007 disahkan dengan keluarnya surat keputusan Bupati Gunungkidul Hj. Badingah Nomor 208/KPTS/2007.
Tanaman di bawah tegakan tersebut biasanya berupa empon-empon, palawija, porang, garut, dan tanaman pakan ternak. Para anggota kelompok dapat menanam palawija pada area atau sesuai andilnya masing-masing. Hasil dari tanaman palawija tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kelompok tani ini memberikan banyak keuntungan bagi saya dan keluarga, karena tahun ini saya dapat memanen jagung yang saya tanam di bawah pohon jati ini,” kata Sumiati, anggota KTHKm Sedyo Rukun.
Sumiati juga mendapat kesempatan mengikuti beberapa pelatihan tentang cara mengolah empon-empon yang sudah ditanam bersama para anggota lainnya. “Salah satu pelatihan yang saya dapatkan adalah cara membuat minuman serbuk berupa jahe kristal,” ujarnya.
Tetapi tanaman palawija tidak dapat ditanam terus-menerus, karena saat pohon jati mulai berumur tiga tahun tanaman palawija tidak dapat tumbuh. Sebab daun pohon jati mulai lebat sehingga menutupi sinar matahari ke bawah.
Tanaman lain yang bisa ditanam adalah rumput pakan ternak seperti kolonjono, gajahan, dan indigo vera. Rumput pakan ternak biasanya dimanfaatkan para anggota kelompok untuk ternak mereka.
Lokasi penanaman tanaman bawah tegakan berada pada lahan seluas 4 hektare yang tersebar di areal 17 hektare. Di areal tersebut masing-masing anggota yang berjumlah 48 orang mendapatkan andil 0,35 ha.
Para anggota KTHKm Sedyo Rukun yang mendapatkan andil harus menjaga dan memelihara semua jenis tanaman yang ada, baik itu tanaman pokok (pohon jati) maupun tanaman yang berada di bawah tegakan. Anggota kelompok dilarang untuk merusak hutan, membakar seresah, dan menjual tanaman tegakan.
Untuk masa tanam sampai panen palawija memerlukan waktu kurang lebih empat bulan dan empon-empon 6 – 8 bulan.
Untuk tanaman pokok jati dari masa tanam hingga panen selama 18 tahun. Dari awal mendapatkan pengesahan, semua tanaman, baik tanaman tegakan maupun yang di bawahnya, sudah mendapatkan hasil.
Untuk tekstur tanah, tingkat kesuburan tanah sebelum ditanami tanaman bawah tegakan, justru kurang subur karena tidak ada pemupukan yang lebih spesifik. Tapi setelah adanya tanaman bawah tegakan tekstur tanah menjadi lebih subur. Itu karena sebelum menanam tanaman bawah tegakan para angota melakukan pemupukan pada lubang yang akan ditanami.
Pada Agustus 2019 pertama kalinya KTHKm Sedyo Rukun menebang pohon jati di areal yang mereka Kelola. Tetapi tidak semua pohon jati yang ada di area KTHKm Sedyo Rukun ditebang dalam satu waktu. Tebangan dilakukan sebanyak tiga kali yang dilaksanakan setahun sekali, mulai 2019 dan diakhiri 2021.
Hasil tebangan kemudian dijual dan hasilnya dibagikan kepada anggota. Setelah penebangan dilakukan penanaman kembali.
Sambil menunggu masa panen kembali pohon jati yang membutuhkan waktu lama, tanaman bawah tegakan diharapkan dapat menambah pendapatan KTHKm Sedyo Rukun dan anggotanya.
Mantan Kepala Desa Banyusoco, Sutiyono sangat mengapresiasi program yang dilakukan KTHKm Sedyo Rukun.
“Dulu saya sering mengantarkan langsung para mahasiswa pertanian yang hendak melakukan penelitian di KTHKm Sedyo Rukun, saya bangga karena ada salah satu daerah di Banyusoco yang sering dijadikan lahan praktik,” katanya.
Ia juga bangga karena beberapa kali KTHKm Sedyo Rukun mendapatkan penghargaan di tingkat Provinsi DI Yogyakarta dan nasional.
Ia berharap program tersebut mendapatkan apresiasi lanjutan dari pemerintahan desa di bawah kepemimpinan kepala desa yang baru.
“Karena program ini bisa mengangkat perekonomian masyarakat,” ujarnya. (Silvia Prima)
(Tulisan feature ini hasil Pelatihan Jurnalisme Warga yang diadakan The Samdhana Institute dengan peserta pemuda komunitas adat se-Indonesia dengan trainer Syofiardi Bachyul Jb secara online pada 31 Agustus -21 September 2020. Silvia Prima adalah pegiat KTHKm Sedyo Rukun di Desa Banyusoco, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta).