FATMAWATI MURID SOEKARNO
Di kelas itu terdapat Fatmawati, puteri Hasan Din sendiri. Gadis 15 tahun itu setahun lebih muda dari Ratna Djuami, anak angkat Soekarno. Fatmawati berasal dari Curup, kampung di luar Bengkulu. Ketika ia melanjutkan pendidikan ke sekolah keterampilan rumah tangga di Bengkulu, ia mencari tempat tinggal. Soekarno mengulurkan tangan menumpang di rumahnya.
Fatmawati menjadi anggota keluarga itu. Sehari-hari ia tidur di kamar Ratna Djuami dan seorang anak angkat lainnya, Sukarti yang umurnya lebih muda sepuluh tahun dari Ratna.
Di rumah itu Soekarno dan Inggit mendirikan Perkumpulan Sandiwara “Monte Carlo”. Sejumlah pemuda ikut sebagai pemain, termasuk Ratna dan Fatmawati. Mereka sering berlatih di halaman. Kadangkala mereka juga belajar di rumah atau bermain bulutangkis. Soekarno senang kepada Fatmawati dan sering mengajaknya jalan-jalan di Pantai Panjang sambil berdiskusi berbagai hal.
Jarak usia mereka 20 tahun dan Soekarno berada dalam posisi sebagai figur seorang bapak. Tapi Inggit mulai curiga dengan kedekatan mereka, membuahkan pertengkaran karena cemburu. Setelah dua tahun tinggal di rumah itu, Fatmawati pindah ke rumah neneknya tak jauh dari sana. Mereka masih sering bertemu jika ada acara.
Dua tahun kemudian, ketika berumur 17 tahun, Fatmawati akan dijodohkan keluarganya dengan seorang pemuda. Ia mendatangi Bung Karno untuk meminta pendapat. Bukan masukan menerima atau tidak yang ia dapatkan dari Soekarno, tapi BungKarno justru menyatakan cintanya dan berencana mengawininya. Fatmawati menerimanya, namun tidak ingin dipoligami.
Meyakinkan Inggit untuk mengawini Fatmawati adalah hal terberat dalam hidup Soekarno. Alasan utama Soekarno adalah ingin mendapat keturunan dan memiliki anak banyak, sesuatu yang tidak bisa diberikan Inggit.
Tapi perempuan 53 tahun itu tidak bisa menerimanya. Terlebih ia merasa terpukul karena perempuan itu adalah Fatmawati, seorang gadis yang pernah diterimanya hidup di dalam rumah tangganya dan sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri.
Inggit menyesali telah menerima Fatmawati di rumahnya. Kelak 38 tahun kemudian pada 1980 Fatmawati bisa bertemu dengan Inggit untuk meminta maaf di Jakarta, menjelang ia meninggal. Inggit menyampaikan bagaimana rasanya disakiti, menyindir perasaan Fatmawati ketika ditinggalkan Soekarno untuk perempuan lain.
Jepang menyerbu Sumatera pada 12 Februari 1942. Soekarno sekeluarga diungsikan ke Padang. Soekarno sempat berpegangan tangan ketika berpamitan dengan Fatmawati di depan pintu rumah neneknya. Dikawal setengah lusin polisi, mereka naik mobil ke Muko-Muko, kemudian melanjutkan berjalan kaki lebih 300 km melewati hutan dan menyeberangi sungai penuh buaya.