Tanaman Porang selalu dibicarakan dan didiskusikan di pelosok-pelosok Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. Porang menggiurkan bagi petani di Manggarai Timur. Bahkan saat ini kebun-kebun petani pun ditanami pohon porang.
Padahal tanaman porang dulunya merupakan tumbuhan liar. Bahkan ditebang karena dianggap hama. Pendeknya dulu dianggap sebagai tanaman tak berguna dan harus dibersihkan. Apalagi baunya busuk.
Ternyata di balik bau busuk tanaman tersebut tersimpan manfaat untuk asupan gizi.
Sejak empat tahun silam pedagang mencari tanaman porang untuk diekspor ke luar negeri. Harga per kilogram menggiurkan sehingga petani berlomba-lomba mencari dan menggali di hutan atau di kebun sendiri. Umbinya diiris, dijemur, dan setelah kering dijual.
Bisa juga umbi yang masih utuh langsung dijual. Pengusaha-pengusaha besar di Indonesia mencari umbi porang dengan perantara pedagang-pedagang di wilayah Flores Barat.
Mendengar cerita dari mulut ke mulut serta melihat pedagang mencari tanaman porang, warga dengan penuh semangat juga memburunya. Porang jadi idola.
Tak cukup mencari porang liar, petani juga berlomba menanam. Kini di seluruh kebun masyarakat ditanami porang. Bahkan, saat ini kesulitan bibit porang.
Simon Hambur, pensiunan Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Manggarai Timur yang kini tinggal di Kampung Mesi, Desa Rana Mbata, saat berbagi pengalaman di pastoran Paroki Mbata pada Sabtu, 20 Maret 2021 menceriterakan bagaimana ia terpikat tanaman porang.
Saat melihat tanaman porang, katanya, bisa lupa makan siang. Saking tergiurnya, ia memanfaatkan lahannya untuk menanam ribuan porang. Kini kebunnya menjadi kebun porang. Bisa dibilang lahannya menjadi taman porang.
“Melihat porang di kebun bisa hilang jenuh dan penat, saya asyik kembali ke kampung di masa pensiun ini, bisa ke kebun, ke sawah, dan menghirup udara segar,” ujarnya.
Simon mencari bibit porang di hutan Mbengan yang sebenarnya sangat jauh karena berjalan kaki. Ia membawa bekal makanan. Menyeberang daerah aliran sungai Wae Mokel. Saat pulang sungai itu banjir. Ia menyeberangnya sambil memikul umbi porang.
“Saya bersemangat menanam porang untuk memberikan contoh kepada generasi muda agar kembali bertani, gerakan kembali ke pertanian harus dimulai dengan praktik langsung,” katanya.
Heremias Dupa, ketua DPRD Kabupaten Manggarai Timur juga giat menanam porang. Ribuan bibit porang sudah ditanamnya di kebun miliknya di kampungnya.
“Semangat menanam untuk saling mendukung dalam meningkatkan perekonomian keluarga,” katanya.
Ia mengatakan, porang merupakan tanaman jangka pendek yang memiliki pasaran di luar negeri dan dalam negeri.
“Tanaman porang sebagai bahan makanan akan bertahan lama karena warga pasti menanam terus, ini seperti menanam padi yang menghasilkan beras,” ujarnya.
Heremias mendengar cerita-cerita warga di kampung-kampung di Manggarai Timur yang membahas tanaman porang. Bahkan ia melihat sendiri tanaman porang di Desa Rana Kulan, Kecamatan Elar dan di Kampung Lendo, Desa Gunung Baru.
Melihat Heremias menanam porang, warga di kampungnya juga mulai giat menanam porang di kebun mereka. Bahkan saat ini mereka kesulitan bibit porang.
Ia melihat model tanam porang dengan sistem terasering yang dilakukan petani di Desa Rana Kulan dan Kampung Lendo.
Heremias mengatakan semangat petani menanam porang harus didukung pemerintah daerah dengan menyediakan bibit, agar Kabupaten Manggarai Timur menjadi kabupaten Porang. Ia tahu Kabupaten Manggarai Timur sudah dikenal sebagai “kabupaten kopi”.
Artinya, sektor pertanian dan perkebunan menjadi sektor unggulan di Manggarai Timur. Di Manggarai Timur ada padi, jagung, kacang tanah, sayur-sayuran dan lain-lainnya. Sementara untuk sektor perkebunan, ada tanaman kopi, kakao, cengkeh, kemiri, durian, pisang, vanili, rambutan, dan lainnya.
Tarsan Talus, anggota DPRD Manggarai Timur menceritakan, ia mulai menanam porang di kebun. Bahkan ia mencoba menanam umbi porang di polibag di halaman rumahnya.
Ia mengaku melakukan hal itu untuk memberikan dukungan kepada petani untuk memanfaatkan lahan kosong untuk tanaman yang bernilai ekonomi.
“Tanaman porang tidak akan mengecewakan para petani karena pasarnya sudah ada, baik di Indonesia maupun di luar negeri,” ujarnya.
Namun, “demam” porang perlu belajar dari masalah lalu. Ketika harga komoditas mahal petani berbondong-bondong menanam. Namun ketika harga anjlok mereka tak lagi menanam. Di masa lalu ada contoh “demam” valine, kopi, kakao, cengkeh, dan kemiri.
Untuk itu pemerintah diharapkan menyiapkan pasar lokal untuk menampung hasil bumi dari petani. Jika tak ada pasar yang menampung hasil bumi maka pengalaman masa lalu akan terulang di mana petani tidak menanam lagi.
Desa Perintis Porang
Sebut porang, orang pasti mengaitkan dengan Desa Rana Kulan. Desa di Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur tersebut memang duluan membudidayakan tanaman porang.
Ribuan tanam porang sudah tumbuh subur di lahan milik masyarakat di sana. Hijau. Bahkan desa itu sebagai sumber benih porang bagi desa lainnya di Kabupaten Manggarai Timur.
Kepala desanya, Fransiskus Sanjay bahkan menggerakkan kaum milenial untuk menanam porang di kebun-kebun mereka. Sedangkan orang tua membentuk kelompok tani untuk menanam
Lokasi lainnya yang identik dengan porang adalah Kampung Lendo di Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba Utara. Desa ini terkenal berkat seorang petaninya, Agustinus Adil, dikirim ke Jepang selama 9 bulan untuk mengikuti magang cara mengolah porang.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur, John Sentis saat webinar dengan tema "Kopi dan Kesejahteraan Petani Kopi" menjelaskan, kendala selama ini adalah petani menjual secara individu hasil bumi. Juga sistem ijon, yaitu uangnya ambil dulu dari pengusaha, lalu saat panen hasil bumi diserahkan kepada pemilik modal tersebut.
John Sentis sudah mengunjungi Kampung Lendo dan Desa Rana Kulan untuk melihat dari dekat ribuan tanaman porang.
“Saat ini seluruh petani sangat antusias menanam tanaman porang yang menggiurkan hasil pasca panennya,” ujarnya.
Hanya saja kendala saat ini bibit porang belum memiliki sertifikat benih porang sehingga pemerintah belum bisa menyalurkan bibit porang kepada masyarakat lewat kelompok tani. (Markus Makur/ JurnalisTravel.com)