DIPERKIRAKAN 100 ribu orang berbagai usia memadati Kota Pariaman di Sumatera Barat, terutama di pantai Gandoriah, setiap tahun. Mereka menyaksikan prosesi pembuangan dua buah ‘Tabuik’ setinggi 12 meter ke laut pada sore hari.
Membuang Tabuik ke laut merupakan acara tahunan setiap 10 Muharam diperkirakan sejak 1831 di Pariaman. ‘Tabut’ merupakan acara ritual keagamaan penganut Islam dari pengaruh aliran Syiah.
Acara Tabut sendiri sampai ke Pariaman dibawa penganut Islam dari Tamil, India. Mereka menjadi pasukan ‘Islam Tamil’ dalam tentara Kolonial Inggris yang berkuasa di Bengkulu pada 1820-an di bawah pimpinan Thomas Stamford Rafles.

Lautan manusia selalu memadati pengiringan Tabuik dibuang ke laut,mereka berjuang mengabadian momentum terbaik. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel)
Setelah Traktat London pada 17 Maret 1829 antara Inggris dan Belanda, wilayah Bengkulu akhirnya diserahkan Inggris kepada Belanda, sedangkan Inggris menguasai Singapura. Pasukan Islam Tamil dibubarkan dan mereka memilih menetap dan berbaur dengan penduduk Sumatera, yaitu Bengkulu dan Pariaman yang waktu itu merupakan pelabuhan laut yang ramai.
Orang-orang Islam asal Tamil ini sebagai penganut Syiah membawa tradisi Tabuik setiap awal tahun Hijriah. Tradisi acara Tabuik ini kemudian mempengaruhi penduduk Pariaman dan Bengkulu yang mayoritas Islam dan juga menjadi tradisi ritual mereka. Karena itu acara Tabuik juga ada di Bengkulu yang disebut ‘Tabot’. Namun ukuran ‘Tabot’ jauh lebih kecil dari ‘Tabuik’.

Pembuatan payung hiasan Tabuik dengan kerangka bambu dan hiasan dari kertas. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel)
Acara Tabuik ditujukan untuk memperingati kematian Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW pada abad ke-7. Hussein tewas dalam Perang Karbala di Padang Karbala (wilayah Irak sekarang) ketika memimpin pasukan Islam melawan Bani Umaiyah dari Syiria yang dipimpin Raja Yazid.
Menurut kepercayaan pengikut Imam Hussein, jenazah Hussein yang beserakan di tanah dijemput oleh ‘Bouraq’ dan dibawa terbang ke langit. Bouraq adalah hewan berbadan seperti kuda, tetapi bersayap lebar dan berkepala manusia. Hewan ini membawa peti jenazah dan memakai payung serta hiasan warna-warni.

Bagian penting dari ritual Tabuik adalah simbol kuburan Imam Hossein yang akan diletakkan di bagian penting Tabuik. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel).
Konon, saat Bouraq akan membawa terbang jenazah Imam Hussein, salah seorang pengikutnya melihat dan meminta dibawa serta. Maka Bouraq itu menolaknya dan berpesan agar membuat benda mirip dengan dia setiap tanggal 10 Muharam untuk memperingati kematian Imam Hussein.
Acara Tabuik sendiri secara ritual berlangsung selama 10 hari. Acara pertama adalah pengambilan tanah pada 1 Muharam. Seorang laki-laki berjubah putih mengambil tanah yang berjarak sekitar 1 km dari tempat pembuatan Tabuik. Tanah dibawa dengan kotak simbol peti jenazah Hussein dan diiringi dengan arak-arakan gendang tasa.

Tabuik naik pangkat adalah proses memasang bagian-bagian Tabuik setinggi 12 meter. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnaisTravel.com)
Ketika hiasan Tabuik selesai 50 persen, pada 5 Muharam dilakukan penebangan batang pisang sekali tebas dengan sebilah pedang tajam oleh seorang pria juga berjubah putih. Ini melambangkan ketajaman pedang menuntut balas kematian Hussein.
Pada 7 Muharam dilakukan acara yang disebut ‘Maatam’. ‘Maatam’ yang artinya mengekspresikan kesedihan atas wafatnya Hussein dilakukan dengan meletakkan simbol jari-jari tangan Hussein yang dicincang Raja Yazid dalam alat bernama ‘panja’, simbol kuburan imam itu. Para pengikut Imam Hussein kemudian menangis meratapi kematian Hussein. Malamnya ‘panja’ diarak keliling kota dengan ekspresi sedih para pengiringnya dan diiringi gendang tasa.

Maneken kepala perempuan dipasang sebagai gambaran buraq atau kuda sembrani berkepala manusia. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)
Pada 8 Muharam dilakukan acara membawa lambang sorban, pedang, dan kopiah Imam Hossein yang diletakkan di atas ‘dulang’ (talam) ke sekeliling kota. Iring-iringan diikuti gendang tasa yang bertalu-talu.
Pada 10 Muharam pada pukul 04.00 WIB dilakukan acara Tabuik naik pangkat. Tabuik yang semula dibuat dua bagian dengan bahan rangka dari bambu dan dihias kain dan kertas, disatukan dengan mengangkat bagian atasnya dan disatukan.

Kadangkala Tabuik perlu direbahkan dulu bersama-sama agar bisa dibawa di bawah bentangan kabel listrik, diseret, lalu didirikan dengan susah-payah. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)
Tabuik yang tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota dengan teriakkan berulang-ulang ‘Hoyak Tabuik’ (angkat dan goyang Tabuik) dengan diiringi gendang tasa. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan perlahan-lahan dibawa ke pantai dan dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan ‘Bouraq’ yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit alias ke sorga.
Sebelum 1930 Tabuik di Pariaman berjumlah 12, di mana masing-masing Nagari (setingkat desa) membuat satu Tabuik. Kemudian pembuatan Tabuik disatukan menjadi dua, Tabuik Pasar yang dibuat penduduk sekitar Pasar Pariaman dan Tabuik Subarang yang dibuat penduduk di luar Pasar Pariaman. Pelaksanaan acara dan pembuatan tabut waktu itu dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.

Dan... akhirnya kedua Tabuik dibuang ke laut. Jasad Imam Hossein pun melayang terbang ke langit terus ke surga. (Foto: Syofiardi Bachyul Jb/JurnalisTravel.com)
Sejak 20 tahun terakhir prosesi Tabuik telah dijadikan agenda wisata dan didanai Pemerintah Daerah Kota Pariaman. Agenda wisata budaya ini selalu menyedot banyak pengunjung dari berbagai daerah, bahkan turis mancanegara.
Sejak dulu pengunjung acara Tabuik memang selalu ramai. Ini dinukilkan lewat bait lagu Minang yang legendaris: “Piaman tadanga langang/ batabuik mangkonyo rami....” (Pariaman kedengarannya lengang/ ber-Tabuik makanya ramai....).
Kota kecil di pantai barat Sumatera yang hanya berpenduduk 80 ribuan jiwa itu memang sehari-hari tidak begitu ramai. (Syofiardi Bachyul Jb/ Jurnalis Travel.com)
Foto-foto pendukung tulisan ini diambil dalam berbagai tahun ketika prosesi Tabuik berlangsung.
Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)