Tabuik yang tingginya mencapai 12 meter ini diarak ke tengah kota dengan teriakkan berulang-ulang ‘Hoyak Tabuik’ (angkat dan goyang Tabuik) dengan diiringi gendang tasa. Tabuik diputar, digoyang-goyang, dan perlahan-lahan dibawa ke pantai dan dibuang ke laut pada senja hari. Ini melambangkan ‘Bouraq’ yang membawa jenazah Imam Hussein telah terbang ke langit alias ke sorga.
Sebelum 1930 Tabuik di Pariaman berjumlah 12, di mana masing-masing Nagari (setingkat desa) membuat satu Tabuik. Kemudian pembuatan Tabuik disatukan menjadi dua, Tabuik Pasar yang dibuat penduduk sekitar Pasar Pariaman dan Tabuik Subarang yang dibuat penduduk di luar Pasar Pariaman. Pelaksanaan acara dan pembuatan tabut waktu itu dilakukan secara swadaya oleh masyarakat.
Sejak 20 tahun terakhir prosesi Tabuik telah dijadikan agenda wisata dan didanai Pemerintah Daerah Kota Pariaman. Agenda wisata budaya ini selalu menyedot banyak pengunjung dari berbagai daerah, bahkan turis mancanegara.
Sejak dulu pengunjung acara Tabuik memang selalu ramai. Ini dinukilkan lewat bait lagu Minang yang legendaris: “Piaman tadanga langang/ batabuik mangkonyo rami....” (Pariaman kedengarannya lengang/ ber-Tabuik makanya ramai....).
Kota kecil di pantai barat Sumatera yang hanya berpenduduk 80 ribuan jiwa itu memang sehari-hari tidak begitu ramai. (Syofiardi Bachyul Jb/ Jurnalis Travel.com)
Foto-foto pendukung tulisan ini diambil dalam berbagai tahun ketika prosesi Tabuik berlangsung.
Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)