Setelah Traktat London pada 17 Maret 1829 antara Inggris dan Belanda, wilayah Bengkulu akhirnya diserahkan Inggris kepada Belanda, sedangkan Inggris menguasai Singapura. Pasukan Islam Tamil dibubarkan dan mereka memilih menetap dan berbaur dengan penduduk Sumatera, yaitu Bengkulu dan Pariaman yang waktu itu merupakan pelabuhan laut yang ramai.
Orang-orang Islam asal Tamil ini sebagai penganut Syiah membawa tradisi Tabuik setiap awal tahun Hijriah. Tradisi acara Tabuik ini kemudian mempengaruhi penduduk Pariaman dan Bengkulu yang mayoritas Islam dan juga menjadi tradisi ritual mereka. Karena itu acara Tabuik juga ada di Bengkulu yang disebut ‘Tabot’. Namun ukuran ‘Tabot’ jauh lebih kecil dari ‘Tabuik’.
Acara Tabuik ditujukan untuk memperingati kematian Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW pada abad ke-7. Hussein tewas dalam Perang Karbala di Padang Karbala (wilayah Irak sekarang) ketika memimpin pasukan Islam melawan Bani Umaiyah dari Syiria yang dipimpin Raja Yazid.
Menurut kepercayaan pengikut Imam Hussein, jenazah Hussein yang beserakan di tanah dijemput oleh ‘Bouraq’ dan dibawa terbang ke langit. Bouraq adalah hewan berbadan seperti kuda, tetapi bersayap lebar dan berkepala manusia. Hewan ini membawa peti jenazah dan memakai payung serta hiasan warna-warni.
Konon, saat Bouraq akan membawa terbang jenazah Imam Hussein, salah seorang pengikutnya melihat dan meminta dibawa serta. Maka Bouraq itu menolaknya dan berpesan agar membuat benda mirip dengan dia setiap tanggal 10 Muharam untuk memperingati kematian Imam Hussein.
Acara Tabuik sendiri secara ritual berlangsung selama 10 hari. Acara pertama adalah pengambilan tanah pada 1 Muharam. Seorang laki-laki berjubah putih mengambil tanah yang berjarak sekitar 1 km dari tempat pembuatan Tabuik. Tanah dibawa dengan kotak simbol peti jenazah Hussein dan diiringi dengan arak-arakan gendang tasa.