KEHIDUPAN MATRILINI
Di rumah gadang-rumah gadang inilah dilangsungkan berbagai ritual adat Nagari Sijunjung. Sedangkan untuk pemukiman hanya boleh didirikan di belakang rumah gadang atau di jorong lain di Nagari Sijunjung. Aturan itu ditaati hingga saat ini.
Yang berhak tinggal di rumah gadang adalah perempuan yang dari garis ibu dan dipilih berdasarkan kesepakatan kaum adat di klannya. Sawah dan ladang dari pusaka tinggi juga dikelola oleh perempuan yang menempati rumah gadang.
“Sebuah rumah gadang seperti rumah kelahiran saya yang berhak itu sekarang ada 500 orang dari keturunan saparuik (satu perut) dari nenek moyang kami dulu dari suku Panai, jadi bukan hanya beberapa keluarga,” kata Zulfa Hendri, kepala Jorong Padang Ranah.
Adat matrilineal juga masih terus dijalankan turun-temurun di Padang Ranah dan Tanah Bato. Pesta adat yang besar-besaran juga kerap digelar diantaranya Batagak Gala, atau pengangkatan datuk yang baru. Pesta ini dilaksanakan seluruh anak nagari Sijunjung dengan ritual yang dilakukan berhari-hari. Dengan makanan yang melimpah, tujuh kancah (kuali besar) gulai dan rendang dibuat untuk pesta ini. Acara kesenian tradisional ditampilkan setiap hari.
Selain itu juga ada acara Bakaua Adat setahun sekali setelah panen padi sebagai acara syukuran.
Seluruh orang terlibat, kampung dibersihkan, jalan diberi gaba-gaba (gerbang), dan sepanjang jalan dihias marawa (bendera minang berwarna hitam, merah, kuning).
Pada acara yang digelar selalu pada hari Senin para bundo kandung di rumah gadang akan membawa jamba dari rumahnya menjunjung jamba sejauh dua kilometer ke Tobek, balai adat yang terletak di pinggir kampung di ketinggian. Arakan itu diiringi ninik mamak yang berpakaian kebesaran dan diiringi anak muda dengan pakaian silat yang membunyikan talempong dan tambur.
Sebelumnya seekor kerbau dibantai dan dagingnya dibagi secara merata untuk setiap suku. Oleh ninik mamak dibagikan kepada cucu kemenakan setiap rumah terutama untuk masing-masing rumah gadang. Daging inilah yang dimasak untuk mengisi dulang yang akan dijunjung ke Tobek.
“Untuk sekarang belum dilakukan, karena sampai kini kami belum mulai menanam padi karena kekeringan, tidak ada hujan, padahal di sini sawahnya tadah hujan, jadi kemungkinan acara bakaul ini bergeser ke tahun depan,” kata Ramadanita, 37 tahun, pewaris rumah gadang suku Panai di Padang Ranah.
Adat juga menurutnya sangat kuat. Untuk pesta pernikahan harus sesuai dengan adat, tidak boleh menggelar orgen tunggal dan hanya boleh kesenian tradisi seperti randai. Sedangkan makanan pesta juga tidak boleh katering, harus dibuat bersama-sama di rumah gadang.
“Di sini upacara adat sangat banyak, di antaranya untuk acara meminang atau basiriah batando, siapapun keturunan rumah gadang ini harus melakukan acara ini di rumah gadang, walaupun mereka tinggal di tempat lain, perempuan tetap dipinang di rumah gadang,” katanya.