KETIKA hampir semua masjid berlomba-lomba dipasang pengeras suara yang paling keras, ternyata ada satu masjid unik yang justru “anti” dengan loudspeaker.
Padahal masjid ini bukan sembarang masjid. Ini adalah masjid yang cukup besar dan megah yang disebut masjid nagari (desa) tempat warga yang hampir semuanya muslim biasa salat Jumat, Idul Fitri, dan Idul Adha.
“Bukan warga di sini tidak mau menggunakan loudspeaker di masjid raya ini, tapi karena setiap dipasang hari itu juga rusak disambar petir, itu sudah dilakukan empat kali, akhirnya tidak pernah lagi dicoba,” kata Sjaharuddin, 67 tahun, Wali Nagari Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Pemasangan empat kali itu, kata Sjaharuddin, dalam kurun waktu berbeda. Warga tetap punya keinginan masjid mereka memiliki pengeras suara seperti masjid lain untuk azan dan menyampaikan pengumuman. Tapi setelah dipasang, hanya digunakan hari itu juga setelah itu disambar petir dan rusak. Jadi kejadian itu dianggap pantangan.
“Beberapa waktu kemudian diganti lagi, rusak juga hari itu, ketiga kali begitu juga, keempat kali begitu juga, akhirnya diputuskan untuk tidak menggunakan pengeras suara hingga kini,” katanya beberapa waktu lalu.
Karena tidak menggunakan pengeras suara, suara azan yang terdengar langsung dari suara muazin (pengumandang azan). Begitu juga ceramah agama. Namun lokasi masjid yang terletak di tengah sawah nan cukup sunyi membuat suara ceramah akan terdengar dengan jelas, terutama di sekitar masjid.
KERAMAT
Rusaknya berkali-kali pengeras suara dipercaya warga setempat karena “tidak diizinkan” atau “tidak direstui”. Itu karena warga mempercayai masjid tua bernama “Masjid Nagari Sungai Buluh” itu keramat.
“Ada empat keramat masjid yang dipercaya berusia lebih satu abad ini,” kata Sjaharuddin.
Pertama, ketika zaman pergerakan menentang penjajahan Belanda, jika akan datang pasukan Belanda hendak menyerang kantong pejuang, terdengar suara gemuruh dari arah masjid berkali-kali.
Suara gemuruh itu disahuti Batu Sironjong berdiameter 45 meter yang terletak 6 km arah ke perbukitan. Kemudian suara itu disahuti auman “Inyiak” (harimau) di sekitar kampung. Tak usah heran, nagari ini memang terletak di pinggir Bukit Barisan yang dulu banyak harimau.
“Gemuruh dan auman harimau itu pertanda ada bahaya akan datang ke kampung,”ujarnya.
Kedua, lanjut Sjaharuddin, menara masjid itu pada 1947 pernah rusak dengan miring ke Barat. Karena bangunan atap berbentuk mirip pagoda yang lazim sebagai arsitektur surau penganut tarikat Syattariyah di Sumatera Barat, tentu saja sulit memperbaikinya.
“Sudah lewat dua hari dua malam tidak ada satupun tukang yang berani memanjat untuk memperbaiki, karena tinggi dan curam,” katanya.
Pada malam ketiga warga mendengar sekitar pukul 2 dini hari bunyi tukang bekerja di atas atap. Padahal sebenarnya tidak ada orang yang sedang bekerja.
“Paginya menara itu sudah normal kembali,” ceritanya.
Keramat ketika, masjid ini dari dulu dijadikan tempat bernazar bagi warga untuk menyampaikan keinginan. Jika keinginan itu terpenuhi maka dia memberikan sumbangan atau bantuan ke masjid.
Keramat keempat itu, masjid ini “anti” pengeras suara. Memang, sebagai masjid tua bangunan ini pasti didirikan sebelum listrik masuk ke sana dan pengeras suara di masjid tidak lazim. Jadi pelaksanaan aktivitas masjid lebih “murni” tanpa masuknya barang elektronik.
“Lainnya, kami tidak pernah dari dulu menggunakan ruangan masjid untuk rapat, ruangan masjid hanya untuk beribadah, sedangkan rapat nagari atau urusan masjid di ruangan di luar ini yang khusus untuk rapat,” kata wali nagari.
Nagari Sungai Buluh kini dipercaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengelola hutan nagari yang dijadikan objek wisata alam. Di sini sudah dibangun rumah pohon sebagai maskot penarik pengunjung.
Masjid nagari yang keramat ini juga dipromosikan kepada wisatawan untuk dikunjungi. Apalagi masjid berarsitektur unik dan berukir ini bangunan asli sejak berdiri, kecuali bagian keramik. (Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi jurnalistravel@gmail.com. Terima kasih atas bantuan Anda jika membagikan tautan.(REDAKSI)