PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono muncul di jendela lantai dua atau jendela “anjung paranginan” Istano Basa Pagaruyung.
Keduanya memakai baju coklat muda. Selendang hitam menutup kepala Ibu Ani. Pilihan warna pakaian ini sangat menyatu dengan bingkai jendela coklat tua dan ukiran megah di dinding istana.
SBY melambaikan tangannya ke bawah, kepada orang-orang di halaman Istano Basa yang bersorak kegirangan kepadanya. Senyum mengambang di bibir keduanya. SBY dan Bu Ani terlihat menikmati suasana. Bak raja dan permaisuri sebuah istana yang megah dengan rakyat bersuka-cita.
Kemudian keduanya hilang dari jendela. Tak lama, kemudian muncul di jendela di lantai satu. Orang-orang berteriak, “Pak Presiden, Pak Presiden!”
SBY melambaikan tangannya. Berkali-kali ke sekeliling, kepada setiap sisi halaman istana. Bu Ani juga. Dengan wajah ceria keduanya melambai kepada semua. Kadang lambaian itu bergantian. Dan ada ketika lambaian mereka berdua bersamaan.
Itu adalah momentum ketika saya menyaksikan SBY-Bu Ani tidak hadir sebagai kepala negara dan ibu negara. Meski tak lagi muda, mereka hadir di jendela istana sebagai pasangan yang mesra.
Jendela yang bisa diisi bertiga itu, selalu diambil bagian tengah atau sepertiga bagian agar SBY atau Bu Ani bisa bersentuhan. Saya melihatnya sebagai gerakan refleks ‘berduaan’. Saya yakin, suasana Istano Basa Pagaruyung telah menghanyutkan mereka berdua.
Saya membatin, pasti begitulah mereka sehari-hari di rumah, ketika tidak memikirkan urusan negara.
Kemesraan, itulah yang saya tangkap dari kahadiran SBY dan Bu Ani di Istano Basa Pagaruyung di Tanah Datar, Sumatera Barat, 30 Oktober 2013. Itu tidak saya jumpai ketika meliput beberapa kali kehadiran Presiden SBY di Sumatera Barat. Mereka berdua terlihat sangat menikmati suasana itu.
Dan lihatlah, ketika turun tangga Istano menuju ke halaman, SBY membimbing tangan Bu Ani, membantu menuruni tangga. Juga ketika Bu Ani menyandarkan tubuhnya kepada SBY ketika berjalan dikerubungi orang-orang berebut salam di halaman istana.
Satu fragmen kemesraan di ujung jabatan periode kedua SBY sebagai Presiden RI.
Presiden SBY hadir untuk meninjau Istano Basa Pagaruyung yang selesai dibangun kembali pasca kebakaran. Ia tidak hadir berpakaian adat minang seperti diinginkan kalangan pewaris raja dan ninik-mamak.
Itu karena waktu kunjungannya sangat terbatas setelah sebelumnya juga meninjau Fly Over Kelok 9 dan peternakan sapi di Limapuluh Kota.
“Saya kagum dengan Kelok 9, pemandangannya indah dan konstruksinya yang bagus murni karya putra-putri Indonesia, saya sangat terkesan dengan Istano Basa Pagaruyung yang bersejarah dan indah dengan penduduknya yang demokratis dan agamis,” kata Presiden SBY.
SBY berkata saat meresmikan kedua bangunan pada acara puncak Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-33 di Depan Stasiun TVRI Sumbar, Padang, Sumatera Barat esoknya, 31 Oktober 2013.
Istano Basa Pagaruyung, rumah gadang terbesar di Sumatera Barat merupkan ikon pariwisata negeri itu. Istano Basa Pagaruyung disambar petir hingga terbakar pada 2007. Pembangunan kembali dengan dana hampir Rp20 miliar bersumber dari bantuan berbagai pihak, termasuk warga Malaysia yang mencintai Minangkabau.
Bagi SBY dan Bu Ani, naik Istano Basa bukanlah kali pertama. Presiden SBY dan Bu Ani pernah dianugerahi gelar sangsako oleh penghulu Kerapatan Adat Nagari Tanjung Alam pada 22 September 2006. Kemudian prosesinya dilanjutkan di Istano Basa Pagaruyung.
SBY mendapat gelar “Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam”. Sedangkan Bu Ani mendapat gelar “Puan Puti Ambun Suri”. Tapi kehadiran mereka waktu itu di istana terlalu penuh ritual adat yang cukup kaku. Apalagi berpakaian adat. Jadi tidak sempat santai dan bermesraan… (Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi jurnalistravel@gmail.com. Terima kasih atas bantuan Anda jika membagikan tautan.(REDAKSI)