KELENTENG See Hin Kiong atau Vihara Tri Dharma, kelenteng tertua dan bangunan bersejarah di Kota Padang kini dalam kondisi nyaris hancur. Hingga kini belum ada kepastian pemugaran. Rencananya kelenteng ini dijadikan museum berisi sejarah kehadiran masyarakat Tionghoa di Kota Padang.
See Hin Kiong di Jalan Klenteng No. 321, Kelurahan Kampung Pondok didirikan 1897 dan telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Vihara ini dijadikan tempat ibadah ribuan warga keturunan Tionghoa di Padang sebelum rusak berat diguncang gempa 7,6 Scala Richter pada 30 September 2009.
Masyarakat Tionghoa Padang telah membangun kelenteng baru untuk beribadah di depan kelenteng lama ini. Karena nilai histroisnya dan berstatus benda cagar budaya, kelenteng lama yang rusak rencananya akan dijadikan museum.
Namun pemugaran menyeluruh tak pernah dilakukan meski peristiwa gempa telah delapan tahun berlalu. Akibatnya bangunan semakin lama semakin rusak.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Wilayah Kerja Sumatera Barat, Riau, dan Kepulau Riau, Nurmatias mengatakan, gempa 2009 telah menyebabkan bangunan rusak 50 persen, terutama di bagian tengah atau ruangan utama yang merupakan bangunan paling kuno.
“Kami pernah melakukan penyelamatan awal dengan dana terbatas, membangun atap dan memperkuat struktur bangunan di bagian tengah, serta merenovasi bangunan tambahan di kiri-kanan, namun itu hanya sedikit membantu,” katanya.
Beberapa gempa lebih kecil, hujan-panas, dan terpaan badai menyebabkan bangunan bertambah rusak. Juni 2016 tiba-tiba bagiaan atas bangunan rubuh, menyebabkan kerusakan menjadi 80 persen.
“Artinya 80 persen perlu direhabilitasi, membutuhkan dana Rp10 miliar hingga Rp15 miliar, upaya rehabillitasi mahal karena ahli yang mengerjakann ornamen, termasuk lukisan dinding seperti bentuk semula langka dan butuh didatangkan dari Cina,” kata Nurmatias.
Ia mengatakan, dana sebesar itu tidak mungkin di pos lembaganya. Ia berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menganggarkan khusus pemugaran.
“Yang kami sayangkan adalah kurangnya kepedulian pemerintah daerah, terutama Kota Padang dan komunitas Tionghoa di Padang untuk bersama merehabilitasi ini, padahal bangunan ini tapak sejarah Kota Padang dan tapak sejarah kedatangan masyarakat Tionghoa di Kota Padang,” katanya.
Tokoh masyarakat Tionghoa Kota Padang, Albert Hendra Lukman yang juga anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat tidak mengerti kenapa begitu rumit pemerintah melakukan revitalisasi kelenteng See Hin Kiong.
“Padahal bangunan ini termasuk bangunan cagar budaya Kelas A di Kota Padang bersama Masjid Raya Ganting dan Balai Kota Padang lama yang rusak akibat gempa, itu artinya nilai sejarahnya sangat tinggi dibanding bangunan lain, mestinya pemerintah dengan segera menganggarkan untuk revitalisasi,” ujarnya.
Albert mengatakan, sudah mencoba membantu dengan mengalihkan seluruh dana aspirasinya Rp5,3 miliar di DPRD Sumatra Barat untuk revitalisasi kelenteng pada APBD Sumatra Barat 2016. Namun dana yang dianggarkan sebagai belanja modal di Dinas Pariwisata tidak berani mereka gunakan dengan alasan bangunan itu bukan milik pemerintah.
“Anggaran 2017 ini sudah saya anggarkan lagi di pos Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Barat untuk belanja barang dan jasa, tapi hingga hari ini belum mereka gunakan, saya khawatir jika dana yang mesti dibelanjakan tahun ini tidak dilakukan di awal tahun, pekerjaan berat ini tidak jadi dilakukan,” katanya.
Ia mengatakan, perencanaan revitalisasi kelenteng See Hien Kiong dilakukan Dr. Eko Alvares, arsitek bangunan tua dari Universitas Bung Hatta.
Rencananya, kata Albert, kelenteng ini dijadikan museum sejarah Tionghoa Kota Padang seperti Kelenteng Sam Po Kong (Cheng Ho) di Semarang. Tidak hanya revitalisasi bangunan lama, tapi juga akan diisi benda-benda bersejarah masyarakat Tionghoa di Padang dan diorama yang menggambarkan sejarah kehadiran masyarakat Tionghoa di Sumatera Barat.
“Dana dari aspirasi saya di DPRD jelas tidak akan mungkin menyelesaikan semuanya, paling tidak akan menyelamatkan bangunan di bagian depan dan tengah, tapi itu saya harap bisa mendorong pemerintah pusat, Pemko Padang, dan juga masyarakat Tionghoa di Padang untuk bersama menyelamatkan bangunan bersejarah ini dan mewujudkan museumnya,” ujarnya. (Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi jurnalistravel@gmail.com. Terima kasih atas bantuan Anda jika membagikan tautan.(REDAKSI)