MATAHARI nan tenggelam meronakan horizon. Angkasa tampak indah dari pulau Pahawang. Seorang nakhoda kapal penyeberangan tengah bersiap pulang setelah penat seharian mengantarkan para pelancong dari Pantai Klara dekat pangkalan TNI AL di Lampung ke pulau ini.
Dari Bandar Lampung, saya menumpang kapal penyeberangan. Perjalanan melintas laut memperlihatkan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Pulau Pahawang Besar seluas 1.804 hektare saya dapatkan setelah 1,5 jam menyisir laut. Tak menunggu lama, saya lantas mengelilingi pulau itu dengan menyewa kendaraan roda dua. Sepanjang perjalanan, saya menikmati panorama kebun kelapa dan pantai-pantai nan asyik.
Sahabat perjalanan saya, Rizani membawa kendaraan roda dua dengan gesit. Dia melewati kebun kelapa nan berpasir halus. Di beberapa tempat, jalan berbatu harus dilakui dengan hati-hati. Beberapa petani tampak sedang sibuk memetik kelapa.
Di sepanjang pinggiran pantai, kelapa dipanen dengan cara memanjat atau memakai penggalah. Cara panen ini dianggap tidak terlalu efektif oleh masyarakat lokal.
“Penduduk Pahawang butuh teknologi sederhana tapi murah untuk memetik kelapa,” kata Rizani.
Perjalanan menyisir pinggir terluar pulau ini mengingatkan saya pada pantai-pantai sepanjang Kabupaten Padangpariaman di Sumatera Barat, kelapa dipanjat dengan bantuan beruk (monyet terlatih). Apa mungkin mengadopsi cara tersebut di Pahawang? Rizani tersenyum ketika ide itu kami bincangkan dengan salah seorang penduduk.
Kelapa, banyak digunakan untuk konsumsi lokal selain dikirim ke Bandar Lampung. Pengiriman dilakukan masyarakat dengan menggunakan kapal kecil yang saban hari hilir mudik.
“Mereka juga sudah mulai terbiasa membuat minyak kelapa dan virgin coconut oil,” ungkapnya.
Sejak 2008, Rizani aktif membantu masyarakat. Selain produksi minyak kelapa, lembaganya juga aktif mempromosikan wisata Pahawang sejak 2010. Kedatangan saya masa itupun dalam rangka menyaksikan langsung persiapan-persiapan yang dilakukan masyarakat.
Di beberapa tempat, rumah penduduk telah disulap menjadi penginapan sederhana. Mereka menambahkan bangunan toilet yang bersih dan nyaman.
Pulau yang terletak dalam lingkup administratif Kabupaten Pesawaran, Lampung Selatan ini menggeliat seiring dengan semakin banyaknya spot untuk aktivitas snorkeling. Saya beruntung mendapat kesempatan mengunjungi lokasi transplantasi terumbu karang di pulau ini.
Rizani membawa saya ke salah satu tempat di ujung pulau. Sebuah perahu menyeberangkan kami ke kawasan mangrove yang tak jauh dari pusat kampung.
Hutan mangrove tampak riuh. Kicau burung terdengar bertimpa suara angin. Perahu kami tak sandar di tepi pantai, tapi mengapung di tengah laut ketika peralatan snorkeling disiapkan.
Dari atas perahu, kilau air nan bening tak menghambat pemandangan sampai tiga meter ke dasar laut. Saya memerhatikan tiang-taing tempat terumbu karang diikat di dalam air.
Rasa penasaran akhirnya membawa saya menceburkan diri ke laut. Dari bawah air, kehidupan karang tampak nyata. Tunas karang baru sudah mulai bermunculan, pertanda kehidupan karang akan segera bergeliat.
Kini Pahawang telah menjadi salah satu tempat wisata andalan Pesawaran. Wisatawan dari berbagai daerah, terutama Jakarta dengan mudah mencapai lokasi ini di akhir pekan dan agenda pembenahan Pahawang harus terus dilakukan. (Syafrizaldi Aal/ JurnalisTravel.com)