TAK BANYAK orang yang tahu dengan Kerajaan Dharmasraya, seperti juga bekas kerajaan itu sekarang.
Tapi ketika orang diingatkan tentang Arca Bhairawa, Arca Amoghapasa, dan Ekspedisi Pamalayu yang terjadi pada 1294, orang tentu akan cepat ingat, karena menjadi tonggak sejarah masa lampau Nusantara yang dipelajari di sekolah menengah.
Arca Bhairawa terkenal karena arca paling besar yang pernah ditemukan di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Arca setinggi 4,41 meter dan berat 4 ton itu tak hanya terkenal karena paling besar, tapi juga sosok patung berwajah bengis dengan pisau dan mangkok di tangan, menginjak tubuh dan tengkorak manusia. Kini arca yang disebut penggambaran sosok Raja Adityawarman itu tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
Arca Amoghapasa juga kini tersimpan di Museum Nasional. Arca setinggi 163 cm ini menggambarkan seorang perempuan perwujudan Lokeswara.
Arca ini terkenal karena alasnya dibubuhi pahatan tulisan penting yang menyebutkan arca ini dikirim Kartanegara, Raja Singasari di Jawa pada tahun 1292 sebagai tanda persahabatan kepada raja Malayu Dharmasraya waktu itu, Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa.
Arca ini dikirim melalui Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin empat pejabat Singasari, seorang di antaranya Rakryan Adwyabrahma yang merupakan ayah kandung Adityawarman dari ibu Dara Jingga, seorang putri Malayu yang dikirim bersama Dara Petak ketika rombongan Pamalayu kembali ke Singasari pada 1294.
Dara Petak sendiri menjadi permaisuri Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama setelah Singasari hancur. Ia kemudian bergelar Indraswari.
Lokasi bekas pusat Kerajaan Dharmasraya yang terkenal itu di Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatra Barat. Sitiung terletak 233 km di bagian Timur dari Kota Padang, ibukota Sumatera Barat. Daerah ini berbatasan dengan Provinsi Jambi.
Lokasi kerajaan ini di pinggir Sungai Batanghari yang lebar dan dalam dengan air yang coklat. Ini termasuk hulu Batanghari yang meliuk sekitar 600 km menuju muara Kota Jambi di Timur Sumatera.