RAWA-RAWA di muara sungai di belakang pantai Apar, Kota Pariaman, Sumatera Barat nyaris tertutup mangrove yang tumbuh dengan subur. Dua ekor burung terlihat dari dalam kerimbunan daunnya.
Didominasi mangrove jenis Rhizopora berakar tunjang yang tumbuh dari batang melengkung ke bawah dan menancap di dalam lumpur. Ikan glodok, ikan kecil yang berkaki tampak memanjat di akarnya. Beberapa kerang terlihat di dalam lumpur.
Sebagian rawa masih kosong, tempat mangrove baru yang akan ditanam. Ada juga beberapa batang mangrove yang ditanam sebulan lalu. Daunnya baru tiga helai setinggi 50 cm. Sementara di belakangnya berjejer mangrove yang mulai tumbuh menjadi pohon remaja, makin ke belakang makin tinggi.
Kebun mangrove itu adalah hasil penanaman yang dimulai sejak 2011. Dulu rawa-rawa seluas 8 ha itu hanya ditumbuhi nipah dan nyaris gundul. Kini telah berubah menjadi kawasan mangrove yang subur.
Penghijauan sebagian dilakukan wisatawan yang menikmati ekowisata di Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Kota Pariaman. Kawasan seluas 11.525 ha ini termasuk UPT Konservasi Penyu Pariaman di Pantai Apar dan wilayah laut berikut pulau-pulau kecil di depannya.
Kawasan ekowisata ini dikeloa UPT Konservasi Penyu. Namun untuk kegiatan ekowisata bermitra dengan Tabuik Diving Club (TDC) Kota Pariaman.
Rabu 8 Februari 2017 saya ke sana ingin melihat-lihat kawasan yang dijadikan tempat ekowisata. Berpusat di UPT Konservasi Penyu, tempat lebih 20 ribu butir penyu ditetaskan setiap tahun dalam sarang buatan.
Di belakang bangunan UPT itulah kawasan rawa-rawa yang kini subur dengan mangrove. Saya bersama lima pegiat TDC ke “ladang” mangrove. Berbekal 10 batang bibit mangrove setinggi 50 cm yang sudah ditanam dalam polybag.
Sampai di pinggir rawa, menyingsingkan celana panjang hingga selutut, tak sabar saya nyemplung ke dalam rawa berlumpur dengan air yang kecoklatan itu. Lalu saya diajari menanam mangrove jenis Rhizopora yang baru berdaun tiga helai.
Pertama polybagnya dirobek, tetapi tidak dibuka semua plastiknya, agar tanahnya kuat menopang akar. Lalu gali lubang di dalam lumpur dan benamkan mangrove hingga sekitar 10 cm dan ditimbun. Kedua, diberi penyangga kayu dan diikat.
Saya menanam tiga batang mangrove, berharap suatu saat mangrove yang kami tanam pada sore itu akan tumbuh subur.
Menanam mangrove adalah salah satu kegiatan ekowisata di sana,selain penyu dan transplantasi terumbu karang.
“Kami bermitra dengan UPT Konservasi Penyu, karena banyak yang datang kemari tidak hanya ingin melihat penyu, tetapi juga ingin menanam terumbu karang dan mangrove, jadi kami yang menangani wisatawan,” kata Aksa Prawira, ketua Tabuik Diving Club.
Menurut Aksa TDC awalnya tempat aktivitas pencinta ekosisem laut, terutama terumbu dan olah raga selam. Anggotanya dari berbagai kalangan, ahli perikanan, guru, dan sebagian adalah warga kampung nelayan di Pantai Apar tempat UPT Konservasi Penyu didirikan.
Mereka menggarap ekowisata mulai 2012. Saat itu Tabuik Diving Club diajak kerja sama mendampingi siswa Mentari Internasional School, Jakarta yang ingin melakukan ekowisata di Pantai Apar.
“Kami diajak Ridwan Tulus, pemilik agen travel Green Tourism Institute pada 2012, awalnya diminta untuk pendampingan seperti menjadi guide untuk menjelaskan tentang penyu dan melepaskan tukik, kegiatan ini berlanjut setiap tahun,” kata Aksa.
Tabuik Diving Club menyediakan paket penyu, paket mangrove,paket transplantasi terumbu karang, dan pendampingan ke pulau-pulau kecil.
“Transplantasi untuk wisatawan misalmya dari Green Tourism Institute mau bawa siswa 70 orang seperti 15 Januari lalu, kita sediakan bahan seluruhnya,misalnya untuk 70 orang, ada tiga meja atau empat meja, nanti disediakan substrat-nya, kita terikat kontrak dengan Green Tourism Institut sesuai dengan program yang diaminta,” katanya.
Untuk transplantasi terumbu karang, setelah meja dari besi disiapkan, tamu lalu diedukasi mengenai terumbu karang, karena belum banyak siswa yang mengetahui terumbu karang.
“Kita jelaskan teorinya, apa itu terumbu karang, bagaimana transplantasi, kita langsung praktek, siswa langsung melakukan pemotongan bibit terumbu karang jenis Acrophora, diikat disubstartat, lalu kami bawa mereka ke pulau, di sana mereka menggotong mejanya ke dalam laut,” katanya.
Terumbu karang yang ditransplantasi itu juga diberi nama masing-masing anak yang melakukan transplantasi.
Selain itu wisatawan bisa ikut membersihkan bak-bak tempat penyu besar dipelihara di UPT Konservasi Penyu. Menyikat karapas penyu agar bersih dari inang-inang yang menempel dan memberi makan penyu. (Febrianti/ JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi jurnalistravel@gmail.com. Terima kasih atas bantuan Anda jika membagikan tautan.(REDAKSI)