BADAI matahari yang memanggang dunia beberapa waktu lalu, tampaknya justru membawa berkah para penjual kacamata Cengdem. Banyak kacamata penahan panas yang biasa tak diuber orang, kemudian diburu pembeli.
Kacamata Cengdem alias Seceng –Bahasa Mandarin Seribu– adem, memang bukan kacamata bermerek yang sering dipakai selebritas papan atas. Tapi bagi anak muda, kacamata Cengdem seolah menjadi duplikat dan ajang pamer pengekor gaya pesohor. Menurut istilah mereka Cengdem ngetrend abis!
“Biasanya pembeli kacamata cendem anak muda, seringnya buat gaya-gayaan,” kata Raymond, seorang penjual kacamata di selasar lapak kacamata di bilangan Alun-alun Utara, Solo.
Lihat saja calon pembeli itu, ia menunjuk salah satu anak muda bertopi yang mencoba berulang kali kacamata cengdem, sudah beberapa lapak disatroni.
“Tak satupun kacamata yang dicoba cocok dengan seleranya, padahal lebih dari tiga lapak didatangin.”
Trend gaya hidup, meniru selebritas rupanya sedang mewabah. Menurut jebolan Mahasiswa Gunadarma Jakarta semester VI, gaya mengekor mengenakan kacamata tidak saja menjangkiti penampilan anak muda perkotaan, tapi nyodok hingga pelosok desa.
“Lihat saja penampilan pemakai kacamata yang baru turun dari bus di Terminal Tirtonadi, meski pagi hari masih dibalut embun, para pendatang itupun tak jua mencopot kacamata penahan srengege!”
Benar saja. Puluhan anak muda dengan potongan cepak, turun dari bus dengan masih mengenakan kacamata hitam dengan gagang berwarna-warni. Namanya juga anak muda urban, celetuk Moch Safrie mahasiswa Sosiologi Universitas Gajah Mada, yang ingin pulang kampung ke Surabaya.
“Wong srengege (matahari) belum membakar bumi, kok ya pakai kacamata gelap, sengdem lagi,” seloroh dia pada temannya.
Penampilan anak muda yang gandrung mencentelkan kaca mata bergagang warna-warni, ujar Raymond pemilik lapak Raymoon Sunglass, katanya bukan hanya digemari anak muda, tetapi juga orang tua.
Suatu ketika, ujar dia bercerita, satu keluarga dengan tiga anaknya masih terbilang remaja membeli kacamata berwarna-warni gagangnya.
“Keesokan hari seorang bapak-bapak keluarga Chaines rupanya, membali satu bergagang warna ungu dan meminta kartu nama, sampai di rumah, bukannya isterinya memuji penampilan suaminya, tapi malah menyemprot abis-abisan, tua-tua keladi, kagak tahu diri, terus dibanting dan diinjek-injek,” ujar Raymond menirukan pertengkaran yang diceritakan pembeli itu kepadanya.
Pengamat budaya urban dan peneliti senior di Institute for Media and Social Studies (IMSS) Veven SP Wardhana almarhum, pernah berkomentar, tidak hanya penampilan para selebritas yang ditiru generasi muda, tetapi juga gaya hidup dan pergaulan amburadul pun juga dicaplok mentah-mentah anak-anak muda sekarang.
Tidak hanya penampilan pakai kacamata yang ditiru, tetapi gaya hidup amburadul, mendem dan hura-hura di pub yang identik dengan penampilan artis, juga ikut-ikutan dilahap mentah-mentah dan jadi trend.
“Itu yang seharusnya dicegah, cuma sulit caranya,” ujar dia.
Senada dengan Veven, pengamat kacamata fashion yang saat ini tinggal di Sydney, Australia, Listyani Alvien menyakan ketidakheranannya trend gaya hidup berkacamata aneh. Tidak hanya anak-anak muda di Indonesia yang lagi terpikat dengan bentuk tampilan nyeleneh kacamata, tapi di luar negeri pun juga sama.
Hanya saja, katanya ketika diwawancarai melalui ber-chatting, penampilan anak-anak muda di Indonesia agak norak.
“Tidak banyak yang pakai model-model kacamata bergagang warna-warni di Australia, itu mah bisa-bisanya pedagang Indonesia menciptakan trend, zaman dulu, penyanyi pop Farid Harja dan Elthon Jhon, mengkoleksi jenis kacamata berbeda,” ujarnya.
Paling pol, kata dia, anak muda Australia senang pakai mirrored glass.
“Jenis Cengdem yang kaca depannya glossy dan kinclong.”
Mungkin, ujar dia bercanda, anak-anak muda di Indonesia terinspirasi cerita dalam nuovel “Lea Si Kacamata Cengdem” karya Bahrudin Supardi yang kocak itu. (Eddy J. Soetopo/ JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi jurnalistravel@gmail.com. Terima kasih atas bantuan Anda jika membagikan tautan.(REDAKSI)