JANGAN sekali-kali tanya masih virgin atau tidak pada cewek pasanganmu, kalau tak ingin digampar. Meski sensitif, pertanyaan itu juga menyinggung perasaan.
Lebih baik ajaklah dia ke Candi Sukuh di desa Sukuh, Kelurahan Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Selain tidak menyinggung perasaan, pertanyaan masih perawan atau tidak, terjawab.
Tes keperawanan yang satu ini memang mengasyikan, bila Anda mempercayai mitologi. Selain si doi tidak bakal tahu kalau sebenarnya dia sedang dites robek tidak selaput daranya, juga anggap saja berwisata di udara dingin bernuansa ndeso.
Bukan sekali orang datang untuk melakukan tes keperawanan di candi yang terletak di lereng Gunung Lawu berketinggian 910 di atas permukaan laut ini.
“Kalau dihitung sudah ribuan orang yang datang ingin membuktikan pasangannya masih perawan atau tidak, dengan nglangkahi batu ‘saru’ berbentuk alat vital perempuan,” kata Sardju, 72 tahun, penduduk setempat.
“Ada yang ragu ngelompati, tapi banyak juga yang tidak, biasanya yang ragu-ragu, itu sudah tidak perawan, selain terlihat tidak ada percikan merah di batu, itu artinya wis blong,” lanjutnya.
Cerita dari mulut ke mulut, tentang kebenaran mitos tes keperawanan di Candi Sukuh, membuat banyak orang tertarik membuktikan. Tentu selain untuk berwisata ke candi yang memiliki bangunan eksotis berundak, juga di melihat relief eksentrik: patung wudho -telanjang.
Konon kabarnya, selain candi Sukuh dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang, juga dibangun agar penduduk setempat menahan syahwat tak terkontrol.
Itulah sebabnya, bagi pengamat candi alias arkeolog, bangunan candi Sukuh banyak dijadikan obyek penelitian peninggalan masa lalu yang paling unik di nusantara itu.
Alkisah, bangunan candi Sukuh, sebenarnya dibangun untuk menyaingi keagungan candi-candi di dataran rendah seperti Prambanan dan Borobudur.
“Menurut cerita si mbah dulu, candi Sukuh dibangun untuk nyaingi Prambanan dan Borobudur, katanya sahibul hikayat, juga ngalahin bangunan Pylon, gapura sewaktu masuk piramida di Mesir, juga katanya orang bule yang neliti, juga mirip-mirip bangunan seni di Meksiko, benar atau tidak, ndak tahu,” tutur Sardju menerawang.
Bisa jadi benar, lantaran sebelum memasuki wilayah sakral di puncak candi, juga terdapat patung-patung yang menggambarkan asal-muasal kehidupan manusia. Termasuk relief dan patung yang menggambarkan butho melahap manusia. Menurut kajian arkeologis, relief memberi gambaran tahun berdiri candi Sukuh.
Dalam manuskrip yang tertera di atas batu, terpampang gambar seekor burung garuda bercengkerama di atas pohon, di tunggu seekor anjing. Uraian gambar menurut pengertian tafsir candra sengkala, diperkirakan candi sukuh didirikan pada 1357 tahun Jawa atau 1437 Masehi.
Sedangkan relief di sebelah kanan menunjukkan tahun yang sama dengan candra sengkala yang berbunyi “Gapuro Bhuto Nahut Butut” yang berarti angka tahun 1359 caka. Relief ini berupa gambar raksasa sedang lari menggigit ular. Di atasnya terdapat makhluk yang sedang melayang-layang dan seekor binatang melata.
Di lantai kita melihat adanya relief Lingga (alat kelamin pria) berhadapan dengan lawan jenisnya Yoni atau alat kelamin perempuan. Mungkin suatu gambaran yang ada hubungannya dengan kenyataan bahwa Candi Sukuh dengan relief alat kelamin itu bertalian upacara-upacara kesuburan.
Kembali pada tes keperawanan, bisa jadi gambaran relief Lingga-Yoni bila mengacu pada kajian referensi arkeologis, kepercayaan tes kesucian pasangan yang hendak menempuh biduk rumah tangga.
Cerita-cerita dari mulut ke mulut yang dipercaya sejak nenek moyang, bisa jadi benar. Apalagi sebelum menikah, karakter perempuan yang suka serong, bila melompati relief Lingga-Yoni, kalau tidak meneteskan darah, orang cenderung menuduh yang bersangkutan sudah tidak perawan.
“Menurut cerita di masa lalu, kalau perempuan suka serong sebelum nikah, bila melompati relief Lingga-Yoni alat vitalnya tidak meneteskan darah, itu tandanya sudah tidak suci,” tuturnya.
“Kalau lelaki yang suka ‘jajan’ orang itu akan terkencing-kencing, makanya daripada buat geger dan resah penduduk, sekarang bangunan yang ada relief alat vagina perempuan dan laki-laki ditutup,” tambahnya.
Biar enggak dikencingin. (Eddy J. Soetopo/JurnalisTravel.com)
CATATAN: Tulisan dan foto-foto (berlogo) ini adalah milik JurnalisTravel.com. Dilarang menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak tanpa izin. Jika berminat bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com. Terima kasih untuk anda bantu bagikan dengan tautan.(REDAKSI)