WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) melakukan kampanye penyelamatan hutan Indonesia dengan cara berbeda. Kali ini Walhi melakukan kampanye melalui seni-budaya dengan menggandeng para seniman.
Divisi Kampanye Kreatif Eksekutif Nasional Walhi Ferdinand Rachim menjelaskan, Walhi bersama komunitas seni dan NGO lokal menggelar kegiatan bertajuk “Rimba Terakhir” di beberapa lokasi yang mewakili lokasi hutan yang terancam di Indonesia.
Lokasi tersebut di delapan provinsi diantaranya hutan Dayak Tomunt di Lamandau, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Tokalekaju di Sulawesi, dan hutan di Pulau Siberut di Kepulauan Mentawai.
Ia mengatakan, saat ini diperlukan siasat dan pengembangan strategi komunikasi publik untuk menyuarakan kondisi hutan di Indonesia. Salah satu strategi yang tepat dan paling efektif adalah melalui seni.
Walhi, jelasnya, mencoba kampanye dengan cara berbeda. Dulu demo yang keras. Tapi sekarang zaman sudah berubah.
“Beberapa tahun terakhir kita mencoba kampanye penyelamatan lingkungan dengan seni, karena seni merupakan satu emosi yang mampu membahasakan pesan dalam bentuk sederhana kepada publik,” ujarnya.
Menurut Ferdinand, dibutuhkan kampanye yang kreatif untuk memberitahukan advokasi yang dilakuakn kepada masyarakat luas, sehingga advokasi kebijakan tersebut mendapat dukungan.
“Kampanye melalu seni dan budaya diharapkan dapat menghubungkan masyarakat pada semua lapisan, sehingga mempunyai pemahaman tentang kondisi hutan di Indonesia, termasuk keberadaan rimba-rimba terakhir di Indonesia,” katanya.
Ia berharap, melalui kampanye seni budaya memunculkan dukungan publik untuk penyelamatan hutan di Indonesia.
Kampanye ‘Hutan Terakhir’ terdiri dari serangkaian kegiatan yang diakhiri dengan Festival Rimba Terakhir. Kegiatan di lapangan akan dijadikann informasi dan bahan untuk saling bertukar informasi oleh seniman dan budayawan dari beberapa daerah.
“Sehingga mereka dapat menggali ide untuk menghasilkan karya seni yang akan digunakan untuk kampanye Rimba Terakhir,” ujarnya.
Dengan kampanye publik bisa mengetahui masih ada hutan atau rimba yang masih lestari. Penguasaan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan tersebut dilakukan oleh masyarakat, meski kondisinya terancam oleh izin usaha yang telah dan akan diberikan pemerintah di dalam dan atau di sekitar hutan tersebut.
“Kampanye Rimba Terakhir untuk menyelamatkan rimba yang tersisa ini, Rimba Terakhir akan menjadi bukti sejarah pengelolaan hutan di Indonesia,” katanya.
Kegiatan Rimba Terakhir di Mentawai akan berlangsung selama lima hari, Selasa-Sabtu, 18-22 September 2018. Walhi bersama Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) membawa komunitas seniman dari Jakarta dan seniman Sumatera Barat, termasuk senimana Mentawai ke Madobag, Siberut Selatan di Pulau Siberut.
Para seniman akan menggali ide untuk bahan kampanye melalui seni. Khusus di Siberut, kampanye akan dilakukan melalui kolaborasi musik dan mural. (Febrianti/ JurnalisTravel.com)