Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Peninggalan Era Kolonial di Pulau-Pulau Kecil Sumatera Barat

Sisa dermaga Pulau Cingkuak di Painan, Pesisir Selatan yang dibuat VOC pertengahan abad ke-17 sebelum menguasai Padang. (Foto: JP/Syofiardi Bachyul Jb)

DELAPAN PULAU KECIL LAIN

“Juga ada delapan pulau kecil lainnya di perairan Sumatra Barat yang memiliki menara suar dari besi yang dibangun era Kolonial, tapi kemudian beberapa tahun lalu diganti dengan yang baru tanpa meninggalkan jejak bangunan lama,” kata Harfiandri.

Lampiran Gambar

Bekas tapak menara suar era Kolonial Belanda di Pulau Kasiak Pariaman. Hilang sudah karena dianggap tak berharga. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Kedelapan pulau itu adalah Pulau Katang-Katang dan Pulau Karabak Ketek (Pesisir Selatan), Pulau Kasiak (Kota Pariaman), Pulau Pidago (Pasaman Barat), Pulau Simonga, Sibaru-baru, dan Tanjung Sigep (Kepulauan Mentawai) dan Pulau Bojo (masuk wilayah Nias). Rata-rata bangunan setinggi 20 meter ini didirikan akhir 1800-an hingga awal 1900-an.

Tim pendata peninggalan maritim Sumatera Barat dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, Yusfa Hendra Bahar mengakui belum mendata seluruh peninggalan kolonial di pulau-pulau kecil ini.

Lampiran Gambar

Sisa dermaga Pulau Cingkuak di Painan, Pesisir Selatan yang dibuat VOC pertengahan abad ke-17 sebelum menguasai Padang. (Foto: JP/Syofiardi Bachyul Jb)

“Yang ditetapkan sebagai cagar budaya adalah dermaga dan Benteng Pulau Cingkuak, sedangkan yang lain kami baru mendata peninggalan di Pulau Pisang Gadang, di Pulau Pandan belum,” katanya.

Menurutnya, bekas dermaga dan prasasti kuburan di Pulau Pisang Gadang bisa dijadikan benda cagar budaya. Namun pihaknya belum mengajukan usulan kepada Pemerintah Kota Padang sebagai pihak yang berwenang menetapkan.

Lampiran Gambar

Zune Vele Vrienden en Kameraden. Prasasti di kuburan prajurit Belanda di Pulau Pisang Gadang. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Sejarawan dari Universitas Andalas, Profesor Gusti Asnan mengatakan, peninggalan fasilitas transportasi laut era Kolonial Belanda di pantai barat Sumatra Barat dipastikan banyak berubah, bahkan ada yang hilang. Itu karena sejak zaman Jepang, kemudian setelah Indonesia merdeka mulai tak diacuhkan.

“BPCB harus melengkapi bahan-bahan tentang itu semua, bangunan-bangunan pelabuhan dan menara suar bagaimana bentuknya, fungsinya, kapan dibangun, siapa arsiteknya, di arsip-arsip nasional benda-benda cagar budaya maritime seperti itu tentu ada, informasi tentang itu harus diperkaya,” kata ahli maritim pantai barat Sumatera itu.

Lampiran Gambar

Bekas bangunan Belanda di Pulau Pandan. Ada yang menyebut bekas gudang pelabuhan, ada juga yang menyebut dulu berfungsi sebagai penjara. (Foto: Courtesy Sea Turtle Information of Indonesia/Setia)

Gusti menduga, Reede Pulau Pisang Gadang sudah difungsikan sejak akhir 1600-an.  Pembangunan fasilitas sangat lengkap kemungkinan dibuat ketika terjadi puncak pendaratan kapal pada 1850 hingga 1860-an.

Halaman:

Dapatkan update terkini Jurnalistravel.com melalui Google News.

Baca Juga

Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Bekas Kerajaan Dharmasraya dan Kisah Dua Arca Bhairawa
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Melompat ke Masa Lalu di Pulau Cingkuak
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Seperti Apa Rumah Kelahiran Tan Malaka?
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Sepenggal Kisah Cinta Soekarno di Bengkulu
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Deretan Rumah Gadang Tua di Padang Ranah
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto
Menelusuri Keunikan Kota Tambang Sawahlunto