JIKA Anda ingin menonton beraneka atraksi budaya di Ranah Minang, Sumatera Barat dalam satu paket, datanglah ke Tour de Singkarak.
Mengusung moto "Sport and Tourism", ajang tahunan balap sepeda internasional sejak 2009 itu, selain menjual keindahan panorama alam dan wisata sejarah, juga sekaligus menampilkan keunikan dan kemegahan budaya masyarakatnya.
Tour de Singkarak ketujuh digelar selama 9 hari, 3-11 Oktober 2015. Sejak dua tahun sebelumnya rute TdS mencakup 18 dari 19 kota dan kabupaten di Provinsi Sumatra Barat. Hanya Kabupaten Kepulauan Mentawai yang tidak dilewati, karena tidak memungkinkan dari segi geografis dan fasilitas jalan.
TdS 2015 diikuti 132 pebalap dari 32 negara. Menempuh jarak total 1.151,5 km yang dibagi 9 etape yang tiap etape dilaksanakan satu hari.
Seyogyanya jalur yang ditempuh para pebalap melewati banyak panorama indah yang menakjubkan. Namun apa daya, karena kawasan Sumatera Barat sedang diselimuti kabut asap kiriman dari Provinsi Sumatra Selatan, Jambi, dan Riau, pemandangan alam tak bisa dinikmati dengan sempurna. Bahkan Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Diatas, dan Danau Dibawah yang menawan hampir tak kelihatan.
Namun atraksi budaya yang menarik menjadi pengganti yang sepadan. Setiap tahun setiap kota dan kabupaten berlomba menampilkan atraksi budaya dan kesenian yang baru di lokasi finish atau start. Keunikan budaya tradisional Minangkabau tak pernah habis untuk memunculkan decak kagum para pengunjung. Tak terkecuali pebalap dan ofisial.
Salah satu adalah atraksi perguruan silat dari kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok. Perguruan "Singo Putiah" (Singa Putih) memperagakan tari, silat, bercampur dengan "debus" alias ilmu kebal benda tajam. Kulit telapak kaki dan anggota badan para penari dan pesilat tidak luka meski menginjak pecahan kaca dari botol yang dihancurkan, menginjak anak tangga dari golok yang tajam dan memotong-motong semangka di perut.
Di Kota Payakumbuh para pemilik itik memperagakan lomba pacu itik 100 meter. Ini lomba tradisional setiap musim habis panen padi bagi petani dan peternak itik dengan mengadu terbang itik-itik mereka. Itik terjauh terbang akan menjadi juara. Ini jelas bukan sembarang itik, tapi itik pilihan yang terlatih.
Di Kota Pariaman, ditampilkan adu beruk (monyet) memanjat dan memetik kelapa. Monyet terlatih yang sehari-hari bertugas dan disewa masyarakat untuk memetik kelapa yang tingginya terkadang lebih 30 meter memperlihatkan ketangkasannya. Dua ekor monyet bisa membedakan perintah mengampil kelapa hijau dan kuning, di bawah dan di atas. Jangan heran dengan mereka,karena di Padang Pariaman ada sekolah beruk untuk melatih sejumlah beruk piawai memetik kelapa.
Tari yang ditampilkan para gadis nan rancak dan bujang yang gagah adalah pemandangan di setiap start dan finish. Tapi penampilan mereka selalu hadir dengan kreasi yang baru.
Atraksi budaya dan kesenian memang daya pikat tersendiri Tour de Singkarak, membuat sembilan hari terasa singkat. Sumatera Barat memang menyimpan banyak khazanah budaya. Tentu bisa pula dinikmati sambil mengagumi kuliner "masakan padang" yang terkenal itu. (Syofiardi Bachyul Jb/ JurnalisTravel.com)
Tulisan dan foto-foto ini adalah hak milik JurnalisTravel.com dan dilarang mengambil atau menyalin-tempel di situs lainnya atau keperluan publikasi cetak di media lain tanpa izin. Jika Anda berminat pada tulisan dan foto bisa menghubungi redaksi@jurnalistravel.com untuk keterangan lebih lanjut. Kami sangat berterima kasih jika Anda menyukai tulisan dan foto untuk diketahui orang lain dengan menyebarkan tautan (link) ke situs ini. Kutipan paling banyak dua paragraf untuk pengantar tautan kami perbolehkan. (REDAKSI)